Kamis, 28 November 2013

Lebih Penting Mengurusi Kesejahteran Rakyat Daripada Mengurusi  “Bintang-Bulan”

Oleh: RISFANDY

Apa sebenarnya yang dipikirkan oleh wakil rakyat kita di Aceh ini? Selama beberapa waktu belakangan mereka hanya menyibukkan diri dengan persoalan sebuah bendera yang tidak kunjung kelar, dan sebenarnya urusan bendera bukanlah maha penting di Aceh. Sedangkan rakyat menginginkan kesejahteraan yang menjanjikan untuk ketenteraman hidupnya.
Bendera yang direncanakan saat ini sama persis dengan bendera bintang-buleun yang dulunya dimiliki oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sampai saat ini masih menjadi polemik di Aceh. Pemerintah pusat tidak menyetujui keinginan pemerintah Aceh yang tetap teguh pada pendiriannya, bendera Aceh harus bintang-bulan.
Memang sangat menguras energi dan pikiran dalam meluruskan permasalahan ini. Mendagri Gumawan Fauzi pernah memberikan sindiran terkait hal tersebut, untuk apa memikirkan bendera terus, rakyat lebih membutuhkan kesejahteraan. Dia juga menegaskan bendera bulan-bintang dilarang berkibar sampai ada keputusan final dari pemerintahan pusat. Program-program kesejahteraan rakyat Aceh yang seharusnya menjadi prioritas utama justru tertunda.
Hal tersebut tentu saja menuai reaksi keras dari para pendukung bendera bulan-bintang, khususnya yang berasal dari Partai Aceh (PA). Di antaranya adalah anggota DPRA komisi A, Abdullah Saleh SH. Ia menyatakan bahwa pernyataan Mendagri tersebut sebagai pernyataan yang ngawur dan tidak berimbang karena mempersoalkan bendera dan kesejahteraan Aceh yang tidak ada hubungannya.
Namun larangan itu dihormati Gubernur Aceh, yang kemudian menyatakan tidak ada pengibaran bendera secara resmi pada saat memperingati delapan tahun kesepakatan damai MoU Helsinki tangal 15 Agustus 2013. Padahal sebelumnya tersebar berita bahwa panitia sudah dibentuk untuk merancang peringatan dengan pengibaran bulan bintang secara resmi. Larangan itu juga yang membuat aparat keamanan menyita ratusan bendera yang dipancangkan di pinggir-pinggir jalan di kawasan pesisir timur Aceh. Kisruh sempat muncul antara warga dengan aparat, kendati tak meluas dan selesai damai. Tapi tak sepenuhnya bersih, sampai saat ini masih bisa kita temukan dibeberapa tempat.



Sementara itu, reaksi masyarakat umum menilai bahwa pembahasan bendera Aceh yang berlarut-larut hanya menghabiskan anggaran Aceh saja, yang sebaiknya dapat digunakan untuk kepentingan rakyat. Banyak dari masyarakat mengungkapkan bahwa seharusnya pemerintahan Aceh di bawah pasangan Zaini-Muzakkir ini harus lebih fokus pada upaya revitalisasi ekonomi Aceh karena kesejahteraan rakyat Aceh merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam upaya penguatan perdamaian di Aceh.
Sampai saat ini belum dapat kita lihat bersama Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Zaini-Muzakkir belum tampak realisasi program-program yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Rencana revitalisasi pelabuhan-pelabuhan Krueng Geukuh dan Langsa sebagai pelabuhan internasional pun hanya sebatas wacana. Pembangunan fasilitas transportasi publik pun terhambat dan cenderung ditinggalkan di berbagai daerah akibat para kontraktor-kontraktor nakal yang mau hanya menerima anggaran besar namun enggan menuntaskan pekerjaannya, dan tentu persoalan pendidikan Aceh yang “sukses” menduduki peringkat pertama terendah dalam skala nasional. Padahal apabila dilihat dari anggaran Aceh yang mencapai hingga angka 12 trilyun rupiah, mustahil jika pemerintah Aceh tidak dapat berbuat apa-apa dalam mengatasi persoalan-persoalan di atas.
Pemerintah Aceh hanya memberatkan fokus pada persoalan identitas kelompok, bukan rakyat. Saya menyatakan identitas tersebut sebab jelas dapat kita lihat sampai sekarang mereka tetap ingin mempertahankan bendera yang dipertahanan para kombatan-kombatan GAM dulu yang menurut saya itu saparatis. Sedangkan yang kita sebagai rakyat tidak membutuhkan hal tersebut, setiap rakyat pasti ingin pemimpinnya dapat mensejahterakan mereka, bukan menerima keinginan pemimpin demi identitas kelompok yang memaksakan untuk kita menerimanya. Dapatkah identitas kelompok pemimpin kita dapat membuat kita hidup sejahtera? Terus janji-janji cek Zaini-Mualem kemana?
Hingga kini kita belum dapat melihat perubahan yang drastis di tanah rencong ini, sedangkan anggaran melimpah, tapi mereka terlalu banyak berfoya-foya hanya demi mempertahanan bendera yang sama sekali tidak dapat membawa perubahan yang besar. Adakah kita lihat angka kemiskinan di Aceh berkurang? Apakah mutu pendidikan di Aceh berkualitas? Saya rasa tidak, tidak sama sekali. Yang kita lihat sekarang ini hanya kelompok tertentu saya yang dapat hidup sejahtera tanpa memikirkan yang tidak sejahtera.
Ah, menurut saya semua itu kepentingan mereka yang lapar akan kedudukan, bukan kepentingan kita bersama. Miris memang hidup dibanggsa ini. Semoga Yang Maha Kuasa menunjukkan kekuasaan-Nya kepada mereka yang murka, agar ini semua cepat berakhir.

. . . S E K I A N . . .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar